WASPADA24.COM, DELISERDANG – Selain tak memiliki ijin bangun, Pembangunan gedung RSU Grand Medistra di Jalan Raya Medan – Lubuk Pakam Km 25 No. 66 Kelurahan Petapahan, Kecamatan Lubuk Pakam ternyata berdiri diatas lahan pertanian dan lahan zona Hijo. Hal ini telah melanggar ketentuan Analisis Masyarakat Dampak Lingkungan (Amdal)
Menurut Data dan informasi diketahui lahan tempat berdirinya bangunan RSU Grand Medistra berada di lahan pertanian sebagai ruang Tanaman Pangan, Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dan Irigasi perairan pertanian atas Sawah Propinsi.
Meskipun telah melanggar Amdal dan dibangun diatas Zona Hijo namun nyatanya, pembangunan tak terkendala meski tak berijin PBG atas bangunan RSU Grand Medistra tersebut.
Dengan tidak adanya izin PBG atas bangunan RSU Grand Medistra seharusnya menjadi alasan kuat pemerintah kabupaten Deli Serdang melakukan penertiban terhadap bangunan RSU Grand Medistra yang sedang dalam mengembangan dan penambahan ruang.
Bangunan yang terbilang raksasa tersebut turut membuktikan kepiawaian oknum pengelola rumah sakit Grand Medistra dalam mengkondisikan kelancaran pembangunan tanpa hambatan dari pengawasan dan tindakan tegas Pemkab Deli Serdang khususnya Satpol PP diduga kuat para pejabat pemkab Deliserdang telah terima suap dari pihak pemilik Rumah Sakit tersebut.
Dari hasil pantauan wartawan dilokasi pembangunan berjalan lancar bahkan terkesan lebih kokoh untuk menopang ketinggian dengan tehnik paku bumi.
Terpisah, saat dikonfirmasi Wartawan Kepala Dinas Balai Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Deliserdang Elly Nasution melaluu pesan WhatsAppnya Sabtu (14.09.2024) terkait berdirinya bangunan Rumah Sakit Grand Medira yang dibangun diatas lahan Zona Hijo dan telah melanggar Amdal tersebut hingga berita ini dipublikasikan tidak ada memberi tanggapan.
Sementara itu saat ditemui Wartawan Ketua Wilayah JPKP Sumut diKupi Aceh Pasar Merah Medan Selasa (17.09.2024) Rudy Chairuriza Tanjung,SH selaku Ketua memberikan pendapat setelah mendengar kabar dugaan tersebut, beliau menanggapi terkait hal tersebut bahwa terdapat aturan yakni Perpres 59 tahun 2019 merupakan dasar hukum pengendalian alih fungsi lahan sawah yang bertujuan untuk mempercepat penetapan peta lahan sawah yang dilindungi dalam rangka memenuhi dan menjaga ketersediaan lahan sawah untuk mendukung kebutuhan pangan nasional, mengendalihkan alih fungsi lahan sawah yang semakin pesat, memberdayakan petani agar tidak mengalihfungsikan lahan sawah dan menyediakan data dan informasi lahan sawah untuk bahan penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B).
Kemudian dalam implementasi Perpres tersebut, menurutnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menerbitkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 18 Tahun 2020 dan Keputusan Menko Perekonomian Nomor 224 Tahun 2020 tentang tugas, tata kerja, dan keanggotaan Tim Terpadu.
Selanjutnya dengan keluarnya UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya semakin menguatkan pentingnya menjaga lahan pertanian pangan ditengah upaya pemerintah meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Perpres 59 Tahun 2019 menjadi regulasi untuk mengontrol tingkat alih fungsi lahan sawah.
Memang dalam pengembangan segmentasi pelayanan dan ruang lingkup bisnis suatu daerah itu, tak luput dari pengembangan usaha di seluruh sektoral yang dilaksanakan pihak swasta di daerah tersebut, namun dalam pengembangan yang bertolak ukur dengan pembangunan, seharusnya melihat kaidah dan aturan hukum yang berlaku..
Tim JPKP Sumatera Utara akan melaksanakan investigasi terkait kabar dugaan ini, dan bila terbukti informasi tersebut valid, maka tim JPKP akan melayangkan laporan resmi ke tingkat pusat yang bertujuan untuk perbaikan dan penegakan hukum.