Klarifikasi Nurasiah: “Saya Tidak Pernah Gunakan Dana Desa untuk Kepentingan Pribadi”

WASPADA 24

- Redaksi

Minggu, 27 Juli 2025 - 07:14 WIB

50317 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Suka Makmur – Sejak nama Nurasiah Padang disebut-sebut dalam sejumlah pemberitaan sebagai pihak yang diduga menyalahgunakan Dana Desa tahun anggaran 2024/2025, suasana di Kampong Suka Makmur mulai terasa lain. Isu yang berawal dari pernyataan sepihak seorang warga itu menyebar cepat, memicu opini dan persepsi yang sulit dikendalikan. Nurasiah, mantan Penjabat (Pj) Kepala Kampong, akhirnya angkat suara.

Ia menuding tuduhan itu bukan saja mengada-ada, tapi juga sarat kepentingan. “Saya sangat menyayangkan adanya pemberitaan yang menyudutkan saya tanpa ada konfirmasi terlebih dahulu. Apalagi hanya berdasarkan keterangan satu orang warga. Ini jelas tidak sesuai dengan kaidah jurnalistik yang berimbang dan akurat,” ujarnya, Jumat (26/7), dalam pernyataan resmi kepada media.

Nurasiah membantah seluruh tuduhan yang menyebut dirinya menyalahgunakan anggaran negara. Ia mengaku semua kegiatan yang dilakukan selama menjabat telah mengikuti prosedur, mulai dari perencanaan hingga pertanggungjawaban. Ia bahkan mengklaim telah memenuhi mekanisme pengawasan yang ditetapkan, termasuk melibatkan masyarakat dan lembaga kampung. “Kalimat ‘menyalahgunakan’ itu berat. Artinya saya dituduh menggunakan anggaran tidak sesuai peruntukan. Padahal kegiatan yang dimaksud sudah dilaksanakan dan dapat dipertanggungjawabkan,” tegasnya.

ADVERTISEMENT

banner 300x250

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sorotan utama dalam tuduhan yang dimuat media adalah pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Dusun Makmur Barat. Pihak yang menuding menyebut proyek itu tidak sesuai spesifikasi. Namun Ketua TPK, Alex Rapiudin, membalikkan tuduhan itu. Ia menjelaskan bahwa proyek tersebut justru dikerjakan melebihi standar. “Seharusnya ukuran TPA enam kali enam meter, tapi kami bangun enam kali enam setengah meter. Kami juga gunakan tiang beton, padahal di juknis hanya tiang kayu. Ini semua demi kualitas dan ketahanan bangunan,” katanya.

Alex menyebut bahwa masyarakat secara swadaya terlibat dalam pembangunan itu. Beberapa warga menyumbang material tambahan, sebagian membantu tenaga. “Kalau ini masih disebut sebagai penyimpangan, saya kira kita sudah kehilangan akal sehat dalam menilai gotong royong,” ujarnya dengan nada tinggi.

Redaksi kemudian mengkonfirmasi langsung kepada Ketua BPG Kampong Suka Makmur, Rahmadani. Ia menjelaskan bahwa seluruh proses pembangunan, termasuk proyek TPA, telah melalui musyawarah kampong. “Pembuatan TPA ini hasil permintaan masyarakat. Semuanya sudah sesuai prosedur. Tidak ada yang dilanggar,” katanya. Ia menyebut musyawarah itu dihadiri oleh tokoh masyarakat, perangkat kampong, dan lembaga kampong lainnya.

Rahmadani juga mengkritik pola pemberitaan yang berkembang. Ia menyayangkan mengapa berita yang menyudutkan kampongnya justru muncul tanpa dasar dokumen resmi ataupun telaah dari aparat pengawas. “Kalau mau bicara jujur, bicaralah dengan semua pihak. Jangan hanya dari satu suara lalu menghakimi,” ujarnya.

Nurasiah menegaskan bahwa klarifikasi ini perlu dilakukan karena sudah menyangkut integritasnya sebagai mantan aparatur. Ia juga mengingatkan masyarakat agar tidak mudah terprovokasi dengan berita yang belum tentu benar. “Saya berharap masyarakat lebih bijak dan tidak menelan mentah-mentah setiap informasi yang muncul, apalagi jika sumbernya tidak jelas dan tidak diverifikasi,” ujarnya.

Lebih jauh, Nurasiah membuka kemungkinan untuk menempuh jalur hukum jika pemberitaan yang mencemarkan nama baiknya terus berlanjut. Ia menilai bahwa hak jawabnya diabaikan, dan pemberitaan itu telah menyerang secara personal. “Saya tidak akan tinggal diam jika tuduhan-tuduhan itu terus disebarkan tanpa bukti. Saya akan melindungi nama baik saya,” ujarnya.

Kasus ini memperlihatkan bagaimana dinamika kampong dan pengelolaan Dana Desa masih sangat rentan terhadap permainan persepsi. Di banyak kampong, seperti halnya di Suka Makmur, laporan kegiatan sering kali tidak cukup untuk menjawab keraguan publik yang dibentuk oleh opini sepihak. Apalagi jika ditambah dengan minimnya literasi anggaran di kalangan warga.

Isu ini juga menyingkap potret bagaimana media lokal bisa dengan mudah dimanfaatkan untuk membangun narasi tunggal yang menggiring persepsi publik. Dalam kasus ini, tidak ada satu pun media yang lebih dahulu memverifikasi fakta ke pihak yang dituduh sebelum memuat berita. Hanya satu suara, tanpa silang pendapat, langsung diberi panggung.

Sementara itu, instansi terkait seperti dinas teknis atau inspektorat belum memberikan pernyataan resmi apakah proyek yang dipersoalkan memang mengandung penyimpangan. Tak ada pula laporan resmi dari warga ke APIP atau APH yang bisa dijadikan dasar hukum.

Kampong Suka Makmur kini terbelah dalam persepsi. Di satu sisi, ada pihak yang tetap mendukung langkah Nurasiah dan menyebut tuduhan itu sebagai upaya menjegal reputasi pribadi. Di sisi lain, ada sebagian kecil yang terus menggaungkan isu tersebut, kendati belum memiliki data faktual untuk memperkuat klaim mereka.

Di tengah semua itu, Nurasiah berdiri sendiri melawan gelombang opini. Ia masih percaya bahwa fakta lapangan dan dokumen pertanggungjawaban akan mampu menjawab semua tuduhan. Tapi pertanyaan utamanya kini bukan lagi soal fisik TPA, atau ukuran bangunan. Melainkan: apakah kepercayaan publik bisa dikembalikan hanya dengan klarifikasi di tengah riuhnya berita yang terlanjur menyudutkan?

Redaksi: SyahbudinPadank: Team//FW FRN Fast Responcounter PolriNusantara.

Berita Terkait

Ketakutan Menyelimuti Warga Lae Mbetar, Gangguan Keamanan Kian Meningkat
Surat Terbuka untuk Pemerintah Desa: Meminta Perlindungan dari Maraknya Keributan dan Ancaman di Tengah Warga
Mobil Wartawan Dirusak Usai Geber Knalpot dan Klakson Dini Hari, Polisi Diminta Usut Tuntas
LSM Desak Penegakan Hukum, Kasus Dugaan Korupsi Pulih Kombih Bisa Jadi Kuburan Integritas Aparat Subulussalam
Ibu Walikota Subulussalam dan Kades Sepadan laouncing Sekolah Lansia Kota Subulussalam
Warung Kopi Sepi, Bu Suriani Menangis: “Apa Salah Saya?”
Difitnah Tanpa Bukti, Ibu Warung Subulussalam Seret Nama Kasatpol PP ke Proses Hukum
Diduga Ada Kolusi Pembuatan APBDes di Longkib, Dana Desa Mengalir ke Kantong Pribadi, APH Jangan Tutup Mata

Berita Terkait

Selasa, 21 Oktober 2025 - 23:13 WIB

Menteri Keuangan Gaya Koboi: Purbaya Jadi Figur Alternatif, Ungkap Masalah Dana Mengendap hingga Proyek Bermasalah

Selasa, 21 Oktober 2025 - 22:40 WIB

Ketegasan dan Konsistensi Purbaya Ungguli Gibran dan KDM yang Hanyut dalam Politik Gaya dan Visual

Selasa, 21 Oktober 2025 - 06:34 WIB

Demo 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran Berjalan Aman, Massa Aksi Tegaskan Tuntutannya

Senin, 13 Oktober 2025 - 15:39 WIB

BPN Kepri Gencarkan Transformasi Layanan, Perkuat SDM dan Jalin Sinergi Strategis dengan BRI

Kamis, 25 September 2025 - 09:35 WIB

Demo Hari Tani Nasional Berjalan Lancar, Petani Tegaskan Tuntutan Reforma Agraria

Jumat, 19 September 2025 - 14:45 WIB

Sekolah Rakyat, Hadirkan Harapan Baru Bagi Anak Bangsa

Kamis, 11 September 2025 - 07:25 WIB

Laporan Kemhan ke Dewan Pers, Dinilai Langkah Mundur bagi Demokrasi

Kamis, 4 September 2025 - 01:32 WIB

Habib Bahar Mengajak Rakyat Indonesia Bersatu di Atas Perbedaan Agama dan Suku

Berita Terbaru