Aceh Tenggara — Proyek pengadaan dan pemasangan Lampu Penerangan Jalan Umum (PJU) tenaga surya di sejumlah desa dalam Kecamatan Lawe Sumur, Aceh Tenggara, diduga kuat sarat penyimpangan. Investigasi Waspada24.com menemukan indikasi bahwa proyek yang bersumber dari dana desa ini tidak dilaksanakan sesuai spesifikasi teknis sebagaimana mestinya.
Di beberapa titik, awak media mendapati tiang-tiang PJU yang berdiri ringkih dengan diameter pipa hanya 2,5 inci dan tinggi sekitar 6 meter. Padahal, sesuai spesifikasi umum proyek infrastruktur PJU tenaga surya, tiang semestinya menggunakan pipa berdiameter minimal 4 inci dengan sambungan pipa 3 inci demi ketahanan dan keamanan struktur.
Kekeliruan fatal tidak berhenti di situ. Sejumlah tiang bahkan tidak dilengkapi dengan jaring pengaman (laba-laba) di bagian tengah—komponen krusial untuk menjaga kestabilan—serta kotak panel yang terpasang asal-asalan dan tak mengacu pada gambar teknis perencanaan.
“Saya sudah melihat sendiri. Di beberapa desa memang seperti itu. Tidak sesuai,” ujar Japarudin, 60 tahun, tokoh masyarakat yang berdomisili di Lawe Sumur, Sabtu (19/07/2025). “Biasanya ada pengaman di tengah tiang, tapi ini kosong. Kami masyarakat kecewa.”

Warga menduga kuat adanya upaya pengurangan volume pekerjaan demi meraup keuntungan pribadi. Salah satu desa yang diduga menggunakan material di bawah standar adalah Desa Kute Panosan, yang menurut penuturan warga setempat menggunakan tiang dengan diameter hanya 2 inci—jauh dari spesifikasi minimal.
“Ini proyek pakai uang rakyat. Masa pekerjaan seperti ini dibiarkan asal jadi? Harusnya pemerintah daerah atau instansi teknis menindak tegas,” ujar Japarudin geram. Ia menyebut sudah ada beberapa laporan lisan disampaikan kepada perangkat kecamatan, namun belum ada tindak lanjut berarti.
Warga menyoroti dugaan bahwa oknum kepala desa sebagai pelaksana proyek telah mengabaikan ketentuan teknis yang diatur dalam pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di desa. Dalam konteks ini, pengadaan tiang listrik seharusnya mengacu pada standar yang lazim diterapkan oleh PLN atau dinas teknis terkait.
“Kami minta aparat penegak hukum turun tangan. Ini harus diaudit, harus diperiksa. Kalau benar ada markup atau pengadaan tidak sesuai spesifikasi, itu bentuk penyalahgunaan dana desa,” lanjut Japarudin.

Sejumlah warga juga mempertanyakan peran pihak pendamping desa, konsultan teknis, dan inspektorat kabupaten yang dinilai gagal mengawasi proyek secara menyeluruh. Proyek-proyek pengadaan seperti PJU tenaga surya bukan hanya soal penerangan, tapi soal keselamatan dan kredibilitas penyelenggaraan pembangunan desa.
Jika praktik seperti ini dibiarkan, publik khawatir kualitas infrastruktur pedesaan akan terus menurun, dan kepercayaan terhadap pemanfaatan dana desa akan kian luntur.
Waspada24.com tengah berupaya mengkonfirmasi kepala desa Kute Panosan dan kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG) Aceh Tenggara. Hingga laporan ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi.
Proyek-proyek kecil di desa memang sering kali luput dari sorotan media dan pengawasan publik. Namun seperti kata pepatah, “korupsi besar dimulai dari pembiaran terhadap korupsi kecil.” Jika kecurangan dalam pengadaan tiang listrik saja bisa terjadi, maka bagaimana nasib pembangunan desa secara keseluruhan?
Laporan: M. Jeni
Waspada24.com



































