Karo – Aturan bedah rumah pemerintah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 7 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Bantuan Pembangunan Perumahan Dan Penyediaan Rumah Khusus.
Dalam Permen tersebut, BSPS adalah dukungan dana pemerintah bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk peningkatan kualitas rumah swadaya berasaskan kegotong-royongan.
Pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat yang memiliki rumah tidak layak huni berupa bantuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas rumahnya dalam bentuk dana hibah.
Jadi, BSPS atau program bedah rumah pemerintah menyasar hunian milik masyarakat dengan kondisi memprihatinkan alias tidak layak huni, termasuk rumah yang rusak akibat terdampak bencana alam, serta hunian tradisional dengan ukuran maksimal 45 meter persegi.
Selain itu, ada pula beberapa kriteria hunian tidak layak huni, meliputi:
Struktur atap rumah yang membahayakan penghuni, misalnya bocor, jebol, dan rapuh.
Rangka dan dinding rumah yang tidak layak sehingga tidak mampu melindungi penghuni.
Area lantai rumah yang masih berupa tanah.
Kurangnya ventilasi udara dan sumber pencahayaan alami ke dalam rumah.
Aspek utilitas tidak terpenuhi, ditandai dengan tidak adanya sarana Mandi Cuci Kakus (MCK) dan Tempat Pembuangan Sampah (TPS).
Penerima bantuan bedah rumah pemerintah ini akan mendapatkan uang tunai senilai Rp20 juta untuk meningkatkan kualitas huniannya.
Dana tersebut terbagi menjadi Rp17,5 juta untuk membeli bahan bangunan, sedangkan sisanya Rp2,5 juta untuk upah tukang.
Dari hasil investigasi tim media berdasarkan laporan masyarakat, salah satu masyarakat berinisial [HT] mengungkapkan bahwa penerima BSPS rata-rata berpenghasilan menengah keatas dan tidak bekerja secara berkelompok, ada yang mempunyai rumah kontrakan, tidak berdomisili tetap, tidak lahan pribadi, umur masih dibawah 58 tahun dan perangkat serta sekdes juga menjadi penerima BSPS.
Dalam hal diatas, Team media mengkonfirmasi langsung kepada kepala desa terkait dan kades mengakui hal tersebut, sebab alasan kades menyalahkan waktu yang diberikan oleh pihak verifikasi hanya dua hari, maka dengan itu kades mengusulkan penerima BSPS menengah keatas tampa memikirkan azas keadilan sosial bagi masyarakatnya.
Menangapi hal diatas Citra Yahuza ketua Humas PPM LVRI kabupaten karo sangat menyayangkan hal tersebut, dalam kasus ini tampak telah menyalahi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 7 Tahun 2022, sebab Sekdes yang memiliki rumah gedung mendapatkan BSPS yang dibangun disamping rumahnya, pihak Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan Sumatera II perlu di konfirmasi langsung dan mengevaluasi sebab sudah ada unsur penyelewengan atau pelangaran prosedur sebab Konsekuensi pelanggaran Pelaku dapat dijerat pidana. ” ucapnya menutup.
Team awak media mendapatkan informasi dan pengakuan dari sekdes yang menduga kordinator memotong uang tukang sebesar 200ribu, Shelly menjelaskan saat meminta dokumen arsip penerima BSPS kepada pemerintah desa, sekdes menjelaskan dokumen sudah sepenuhnya diserahkan kebalai.
Dari hal diatas para pendamping program BSPS Dan Kepala Desa dapat dijerat dengan berbagai pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, antara lain pasal tentang penyalahgunaan wewenang, pemerasan, dan perbuatan melawan hukum lainnya. Selain itu, mereka juga dapat dituntut untuk mengembalikan kerugian negara yang timbul akibat perbuatan mereka.(13/02/2025) [red.Team]